WANITA LAIN DI DALAM KAMARKU
Mas Dimas melepaskan tangan Siska dan mendekat ke arahku. Namun, aku tak mempedulikannya dan berjalan pergi. Baru beberapa langkah, lelaki yang telah mengkhianatiku itu mengejarku. Spontan aku berhenti.
“Ayolah, Mas, kita pergi. Ngapain juga ngejar dia. Udah jelas dia mau cerai. Tunggu apa lagi, bukannya ini impian kita berdua?” ucap Siska dengan nada manja sambil bergelayut di lengan Mas Dimas.
“Siska, lepaskan! Apa-apaan ini!” Mas Dimas menepis tangan Siska. Kemudian, dia mendekatiku.
“Dela, aku mohon jangan urus cerai.” Kedua tangan Mas Dimas mengatup.
Aku hanya menggeleng seraya melipat tangan di dada. “Nggak. Aku sudah dengar semua pembicaraanmu sama Siska di ruangan tadi. Maaf, aku nggak mau hidup dengan seorang pengkhianat.”
“Dan kamu, silakan ambil Mas Dimas. Tapi jangan harap kamu bisa menikmati uangku lagi karena mulai saat ini akan kublokir semua kartu kredit dan tabungan Mas Dimas. Ini semua ulah kalian, jadi kalian harus bertanggung jawab,” lanjutku sambil menatap tajam ke arah Siska.
Tampak mata wanita jalang itu membeliak. Mas Dimas pun seketika terdiam. Wajahnya terlihat memucat. Kemudian, aku pergi meninggalkan mereka.
Kemudian, tiba-tiba langkahku terhenti ketika seseorang menghampiriku.
“Dela!” sapa lelaki mengenakan kemeja kotak-kotak. Dia tampak terkejut melihatku.
Aku diam, enggan menjawab sapaannya. Ya, lelaki tersebut adalah Gerad, seseorang yang mengejar cintaku sejak dulu. Namun, aku sama sekali tidak menaruh hati padanya dan lebih memilih Mas Dimas.
“Kamu di sini ngapain? Mana suamimu?” tanyanya penasaran.
Kemudian, pandangan Gerad menuju ke arah Mas Dimas dan Siska. Dia tampak bingung. Sesaat melihat wajahku dengan tatapan heran.
“Loh, bukannya itu suamimu?” Tangan telunjuk Gerad menunjuk Mas Dimas.
Aku hanya tersenyum dan beranjak pergi. Tak disangka, Gerad mengikutiku dari belakang.
“Tunggu, Dela!” Gerad menghadangku.
“Mau apa lagi, Gerad?” Aku mendengkus kesal sambil menatapnya malas.
“Apa yang terjadi dengan rumah tangga kalian?”
“Itu bukan urusanmu. Permisi, aku masih ada urusan. Tanpa aku jelaskan sepertinya kamu sudah mengerti.” Aku menerobos tangan Gerad yang masih dalam posisi menghadang.
Namun, Gerad menarik tanganku dengan cepat. “Kalau memang suamimu menyakitimu, masih ada aku yang selalu menunggumu, Dela.”
“Terima kasih.” Aku berjalan meninggalkan Gerad sendirian.
Aku melangkah menuju kantor dan menemui Pak Maman. Namun, karyawanku itu rupanya tidak ada di ruangannya. Setelah menunggunya, akhirnya beliau datang.
“Maaf, Pak Maman. Saya ganggu waktunya sebentar. Saya cuma mau minta tolong segera urus pemblokiran kartu kredit dan semua tabungan atas nama Pak Dimas,” ucapku penuh penekanan.
“Baik, Bu Dela.”
Setelah dari ruangan Pak Maman, aku memutuskan untuk pulang. Ketika di parkiran, ternyata Gerad telah menunggu di samping mobilku. Ah, mau apa lagi dia. Sudah jelas-jelas kutolak cintanya, masih saja berharap.
Aku pura-pura tidak melihat. Langsung membuka pintu mobil. Namun, Gerad menarik tanganku dan membawaku menjauh dari mobil.
“Lepaskan, Gerad!” Aku berusaha melepaskan tangan lelaki yang berada di hadapanku itu.
Namun, Gerad enggan melepaskan. Justru dia semakin mencengkeram tanganku sangat kuat. “Dengarkan aku baik-baik. Sampai kapan pun aku tetap mencintaimu, Dela. Aku nggak rela ada lelaki yang menyakiti hatimu, termasuk suamimu sendiri.”
Kemudian, Gerad melepaskan tangannya. Seketika aku terdiam. Merasa muak dengan kata-katanya. Berpikir bahwa lelaki semua itu sama. Dulu, Mas Dimas juga berkata manis, tapi kenyataannya dia tega mengkhianatiku.
Aku tak menghiraukan ucapan Gerad dan langsung berjalan menuju mobil. Saat aku hendak membuka pintu, Gerad ternyata masih membuntutiku. Tiba-tiba, datang Mas Dimas menghajar Gerad. Spontan aku terkejut.
“Laki-laki sialan. Berani-beraninya mengganggu istriku!” Tangan Mas Dimas telah berada di kerah baju Gerad.
“Lepaskan! Istri? Jika kamu mengaku sebagai suaminya, mengapa tadi kamu bersama wanita lain?” Gerad berbalik mencengkeram tangan Mas Dimas.
Aku langsung mendekati mereka. “Sudah! Sekarang kamu pergi dari sini!” Aku mengusir Mas Dimas.
“Jadi, kamu lebih bela laki-laki ini? Kita belum resmi bercerai, Dela. Kamu masih sah menjadi istriku.”
“Istri? Lebih tepatnya mantan istri karena sebentar lagi aku akan segera mewujudkan impianmu bersama Siska. Dasar laki-laki tidak tau malu!” Kuacungkan dua jempol ke bawah tepat di depan muka Mas Dimas.
Kemudian, aku langsung masuk mobil dan berlalu meninggalkan dua lelaki tersebut.LANJUTAN